Tokoh Sosiologi Indonesia | Dalam peristiwa perkembangan Sosiologi di Indonesia, masih banyak nama sosiolog yg opini & sumbangsihnya amat sangat akbar, selain utk pengembangan sosiologi juga sebagai ilmu, tetapi pula opini & kritik yg acap kali mengingatkan pemerintah & rakyat Indonesia buat menjaga jalan republik ini. Sekian Banyak nama tokoh sosiolog Indonesia itu antara lain : Prof. Dr. Selo Soemardjan, Prof. Dr. Paulus Wiroutomo, Arief Budiman, Mochtar Naim, & Prof. Dr. Ir, Sajogyo. Pasti masihlah tidak sedikit sosiolog lain, seperti Imam Prasodjo & George Junus Aditjondro.
Kita saksikan profil singkat & debut para tokoh Sosiologi Indonesia berikut ini :
1. Prof. Dr. Selo Soemardjan
Bergelar komplit Kanjeng Pangeran Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan, terlahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915 & wafat di Jakarta terhadap 11 Juni 2003 kepada usia 88 thn ini dikenal juga sebagai Bpk sosiologi Indonesia. Tidak Sedikit sekali buku acuan sosiologi & anthropologi Indonesia bersumber atau berpegangan kepada buku-buku ia. Nama Selo Soemardjan demikian kenthal dalam ingatan beberapa orang yg sempat menuntut ilmu ilmu sosial & kebudayaan di Indonesia.
Dirinya yaitu pendiri sekaligus Dekan mula-mula Fakultas Ilmu Wawasan Kemasyarakatan (sekarang FISIP-UI)
Dirinya dikenal teramat patuh aturan & senantiasa berikan teladan konkret. Dirinya orang yg tak menyukai memerintah, namun berikan teladan. Hidupnya lurus, bersih, & sederhana. Dia tokoh yg memerintah bersama teladan, layaknya disampaikan pembisnis berhasil Soedarpo Sastrosatomo. Menurut Soedarpo, integritas itu serta yg menciptakan mendiang Sultan Hamengku Buwono IX berpesan terhadap putranya, Sultan Hamengku Buwono X supaya senantiasa mendengarkan & meminta nasihat terhadap Selo jika berkaitan persoalan sosial kemasyarakatan. Dirinya orang yg tak sempat berakhir berpikir & bertindak.
Beliau dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, ialah petinggi tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- demikian nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda.
Nama Selo ia peroleh sesudah jadi camat di Kab Kulonprogo. Ini memang lah trick kusus Sultan Yogyakarta membedakan nama petinggi cocok daerahnya masing-masing. Kala menjabat camat inilah dia merasa memulai kariernya sbg sosiolog. "Saya yakni camat yg mengalami penjajahan Belanda, masuknya Jepang, dilanjutkan bersama era revolusi. Masalahnya tidak sedikit sekali," katanya sebuah dikala sama seperti ditulis Kompas. Pengalamannya sbg camat menciptakan Selo jadi peneliti yg bisa menyodorkan alternatif pemecahan beraneka ragam persoalan sosial dengan cara jitu. Ini pun yg membedakan Selo bersama peneliti lain.
Juga Sebagai ilmuwan, karya Selo yg telah dipublikasikan ialah Social Changes in Yogyakarta (1962) & Kegiatan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir dia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Kampus Gadjah Mada (UGM) kepada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam wujud piagam, lencana, & banyaknya duit.
2. Prof Dr Paulus Wirutomo sang Sosiolog Pendidikan
Prof Dr Paulus Wirutomo sosiolog & guru agung FISIP Kampus Indonesia. Cowok kelahiran Solo, 29 Mei 1949, ini menamatkan sarjana sosiologi dari Kampus Indonesia, 1976. Memperoleh S2 bagian Perencanaan Sosial dari University College of Swansea Wales, Inggris, 1978 & S3 bagian Sosiologi Pendidikan dari State University of New York at Albany, USA, 1986.
Ia menjabat Ketua Departemen Sosiologi FISIP UI, 2005-2009 & Ketua Acara Magister Manajemen Pembangunan Sosial Pascasarjana UI, 1997-sekarang.
Jelasnya, pembangunan sosial waktu ini tetap disalahpahami. Bagi pemerintah, pembangunan sosial cuma dianggap yang merupakan bagian pembangunan saja. Meski faktor ini tak sepenuhnya salah, tapi pula tak sanggup dibenarkan.
Pasalnya, kata Paulus, pengertian pembangunan sosial yg benar itu lebih dari sekadar pembangunan bidang. Dalam pembangunan sosial, mesti termuat peningkatan hubungan & jalinan sosial dalam warga. Tidak Dengan berjalan mutu interaksi sosial dari langkah pembangunan sosial yg diambil, susah menyampaikan adanya pembangunan sosial.
Tuturnya, bukan cuma pemerintah, tapi sebahagian agung kita tetap mendalami pembangunan sosial itu sekadar charity yg tak membuahkan duit. "Mengikuti logika pembangunan sosial yang merupakan bidang, sehingga pembangunan sosial ini membutuhkan masukan berupa penyediaan budget, butuh pembiayaan. & mengikuti pemahaman pembangunan sosial juga sebagai charity, sehingga pembangunan sosial itu dianggap juga sebagai suatu langkah yg tak membuahkan apa pula. Atau paling tak output-nya dinyatakan tak membuahkan duit," katanya.
Bahkan, menurut ahli sosiologi pendidikan itu, pendidikan, sama halnya bersama kesehatan & agama yg pula dianggap pembangunan sosial, terkadang dianggap sbg budget yg habis terpakai tidak dengan membuahkan duit. Padahal, ujarnya, pembangunan pendidikan itu dapat membuahkan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sumber daya manusia yg meningkat inilah yg nantinya di harapkan bakal jadi pendorong terjadinya peningkatan mutu jalinan sosial.
Ditanya berkenaan adakah business yg telah dilakukan utk memberikan pemahaman yg betul? Paulus mengemukakan bahwa Departemen Sosiologi UI telah lebih dari 10 thn terakhir sebenarnya telah memberikan pemahaman yg betul, lewat pembukaan acara manajemen pembangunan sosial. Bahkan, jelasnya, sebenarnya Menteri Negeri Pemuda & Olahraga Adyaksa Dault & Menteri Negeri Urusan Koperasi & Bisnis Mungil Menengah Suryadharma Ali ialah sebahagian mungil dari orang Indonesia yg sempat meraih pendidikan manajemen pembangunan sosial di pascasarjana UI.
Paulus amat risau bersama perjalanan bangsa yg mutu interaksi sosialnya kelihatannya cuma jalan di area. Menurut Paulus, tidak sedikit bibit kreatif sumber daya manusia yg sudah dimatikan oleh kebijakan nasional yg tak berpihak terhadap bisnis kreatif. Padahal, bisnis kreatif ini sanggup memberikan sumbangan yg teramat agung bagi kemajuan bangsa.
3. Arief Budiman
Tidak Sedikit yg tak tahu bahwa Arief Budiman merupakan kakak kandung dari Soe Hok Gie yg wafat dunia yang merupakan tokoh pergerakan mahasiswa.
Lahir di Jakarta, 3 Januari 1941, dilahirkan dgn nama Soe Hok Djin, yaitu satu orang aktivis demonstran Angkatan '66 dengan bersama adiknya, Soe Hok Gie. Terhadap dikala itu beliau tetap jadi mahasiswa Fakultas Psikologi Kampus Indonesia di Jakarta. Ayahnya seseorang jurnalis yg bernama Soe Lie Piet.
Sejak periode mahasiswanya, Arief telah aktif dalam kancah politik Indonesia, dikarenakan dirinya ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan kepada th 1963 yg menentang kegiatan LEKRA yg dianggap memasung kreativitas kaum seniman.
Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap amat kritis kepada politik pemerintahan di bawah Soeharto yg memberangus oposisi & seterusnya diperparah bersama praktik-praktik korupsinya. Kepada pemilu 1973, Arief & kawan-kawannya mencetuskan apa yg dinamakan Golput atau Golongan Putih, yang merupakan tandingan Golkar yg dianggap membelokkan harapan awal Orde Baru buat membuat pemerintahan yg demokratis.
Belakangan Arief "mengasingkan diri" di Harvard & membawa gelar Ph.D. dalam ilmu sosiologi pula posting disertasi berkenaan kesuksesan pemerintahan sosialis Salvador Allende di Chili.
Kembali dari Harvard, Arief mengajar di UKSW (Kampus Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Kala UKSW dilanda kemelut yg berkepanjangan lantaran pemilihan rektor yg dianggap tak adil, Arief laksanakan berakhir mengajar, dipecat & hasilnya hengkang ke Australia juga menerima penawaran jadi profesor di Kampus Melbourne.
Terhadap bln Agustus 2006, dirinya menerima penghargaan Bakrie Award, program tahunan yg disponsori oleh keluarga Bakrie & Freedom Institute buat bagian penelitian sosial.
Pasca kerusuhan Mei 1998, dgn istri Leila Ch. Budiman bermukim & mengajar di Kampus Melbourne, Australia.
4. Prof. Dr. Ir, Sajogyo
(lahir di Karanganyar, 21 Mei 1926 – wafat di Bogor, 17 Maret 2012 kepada usia 85 th) yaitu satu orang pakar ilmu sosiologi & ekonomi yg serta tidak jarang dikenal yang merupakan "Bapak Sosiologi Pedesaan" di Indonesia.
Beliau turut meletakkan dasar-dasar studi sosial-ekonomi pedesaan di Indonesia. Prof. Dr. Ir. Sajogyo tumbuh, meniti & jadi pemimpin studi agraria Indonesia, dimulai dari universitas IPB, sampai jadi Rektor IPB terhadap thn 1964. Dibesarkan dalam kebiasaan ilmu sosial yg dikembangkan dari pertanian, Prof. Dr. Ir. Sajogyo menyoal ekologi, pangan, gizi, tanah, agraria, yg kesemuanya berada dalam konteks agri-culture (pembudidayaan), pula kawan kerja antara natura & humana. Dia menghabiskan musim kanak-kanak sampai remajanya di sekian banyak kota : Karanganyar, Bandung, Cepu, Barabai, Kediri, Banjarnegara, Purwakarta, Solo, & Yogyakarta, mengikuti ayahnya bertugas yang merupakan seseorang guru. Dia mulai sejak mengenal & bekerja buat pedesaan sejak th 1949 waktu menuntut ilmu di Fakultas Pertanian UI di Bogor, atau sekarang dikenal dgn Institut Pertanian Bogor (IPB).
Cowok yg pernah identik bersama jenggot putih ini melahirkan 'garis kemiskinan Sajogyo'. Tuturnya, grup miskin merupakan rumah tangga yg konsumsi pangan kurang dari nilai ganti 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan 2.172 kg orang per hri. Maka utk angka dibawah itu termasuk juga jenis miskin.
Terhadap 2011 Sajogyo mendapati Habibie Award 2011 utk tipe ilmu sosial. Sajogyo mengabdikan ia utk ilmu wawasan. Factor itu tercermin dikala dia mendirikan Sajogyo Institute yg ialah tubuh pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Mutlak yg didirikan terhadap thn 2005 dulu. Sajogyo membangun institut ini dgn para kawan kerja, sohib, murid & anak-anak belia yg terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran & konsistensi perjuangan yg panjang dalam mendalami dinamika warga petani & penghidupan di pedesaan.
Angan-angan menuju penduduk yg cerdas & merdeka terlampaui sempit diwadahi dalam satu kelembagaan, diterobos dari satu segi, & dilakukan oleh aktor-aktor yg terpisah. Angan-angan itu yaitu harapan gede kita seluruhnya, membangun Keindonesiaan yg cerdas & merdeka : “...Slamatkan tanahnya, slamatkan puteranya, pulaunya, lautnya semuanya. Indonesia Raya, merdeka merdeka, hiduplah Indonesia Raya..!”
5. Mochtar Naim
Lahir di Nagari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 25 Desember 1932; yakni antropolog & sosiolog Indonesia. Tidak Hanya sbg sosiolog terkenal, Mochtar Naim tampil kemuka yang merupakan ahli Minangkabau. Dalam sekian banyak seminar & tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara pada dua gagasan aliran. Polarisasi budaya yg digambarkan Mochtar ialah ide budaya yg bercirikan sentrifugal yg diwakili oleh budaya m(Minangkabau), berlawanan bersama gagasan budaya sentripetal-sinkretis yg diwakili oleh budaya J (Jawa).
Beliau menamatkan studi sarjananya ke tiga kampus sekaligus, Kampus Gadjah Mada, PTAIN, & Kampus Islam Indonesia, yg kesemuanya di Yogyakarta. Selanjutnya studi masternya dilanjutkan di Kampus McGill, Montreal. Melengkapi jenjang pendidikannya, Mochtar membawa gelar PhD-nya di University of Singapore.
Mochtar tertulis sbg pendiri Fakultas Sastra Kampus Andalas, 1980, & sejak itu dia jadi dosen sosiologi kampus yg sama. Sebelum itu dia sempat duduk yang merupakan Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Kampus Hasanuddin di Makassar, & Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.
0 komentar:
Post a Comment